Thursday 18 October 2018

GUNUNG GEDE, GUNUNG TERAMAI YANG PERNAH KUDATANGI


Suatu pagi yang pagi banget, aku sudah mandi dan pakai pakaian rapi. Tumben pagi, Fi? Eitss jangan salah, ada empat orang di rumah yang nyalain alarm biar bisa bangun pagi. Apalagi, aku emang berniat mau pergi ke Sukabumi buat mendaki ke Gunung Gede.

Jadi ceritanya, di awal Agustus kemarin aku ikut rombongan salah satu komunitas pendaki gunung yang ada di Bogor. Namanya Sahabat Alam Indonesia (SAI).

Jujur sih, awalnya aku canggung berkomunikasi dengan mereka. Apalagi logat berbicara kami jauh berbeda. Aku dengan logat medok Jawa lokal, sedang mereka dengan logat Sunda Bogor yang kental.

Sebelum berangkat, aku persiapkan dulu peralatan wajib untuk mendaki.
  • Tas/carrier
  • Air mineral
  • Sepatu
  • Lampu kepala
  • Jaket
  • Sarung tangan dan kaos kaki
  • Masker
  • Jas hujan
  • Konsumsi seperlunya
setidaknya peralatan dasar itu yang harus dibawa ketika mendaki gunung. Jaket, masker, sarung tangan, dan kaos kaki, merupakan alat pelindung dari hawa dingin yang kadang diabaikan oleh para pendaki. Padahal peran mereka justru yang paling penting.

Kami berangkat bada Ashar dari terminal Baranangsiang Bogor. Sebenarnya niat awalnya adalah naik kereta api. Sayangnya kami kehabisan tiket. Jadi kami putuskan untuk sewa mobil.

Perjalanan dari Bogor ke Sukabumi dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam. 

Ada tiga jalur yang bisa dipilih oleh para pendaki untuk naik ke puncak Gunung Gede. Jalur teramai adalah via Cibodas. Hanya saja, Cibodas memiliki jalur yang cukup panjang. Jika ingin yang lebih pendek, bisa pilih via Putri. Namun, jalur ini lebih menanjak. Sedangkan jalur yang ketiga adalah via Selabintana. Jalur Selabintana jauh lebih panjang dari Cibodas maupun Putri. Kebetulan rombongan kami memilih via Selabintana.

Untuk saat ini, pendaftaran ke Gunung Gede harus dilakukan jauh hari sebelum dimulai pendakian. Sebab, pendaki yang datang makin lama makin banyak. Maka pihak pengelola harus memberi kuota setiap harinya.

Ada biaya Rp25.000 yang dibebankan kepada tiap pendaki sebagai ganti surat kesehatan. Selain itu, ada juga biaya tiket masuk sebesar Rp35.000. Jadi, biaya minimal yang harus disiapkan untuk mendaki ke Gunung Gede via Selabintana adalah Rp60.000. Itu pun belum termasuk transportasi. Jika beruntung mendapat tumpangan, maka transportasi sudah tak perlu dipikirkan lagi. 

Pukul 11.00 WIB, aku bersama 13 teman lainnya dari SAI memulai pendakian. Pertama diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh ketua regu. Kami memanggilnya Bang Doet. Perlu kalian tahu, Bang Doet ini sudah melakukan pendakian puluhan kali. Ke Gunung Gede saja, katanya sudah 16 kali.

Kesan yang kudapatkan ketika melewati jalur Selabintana adalah:
  • Seram
  • Sepi
  • Terjal
Maka seharusnya, bagi pendaki pemula sepertiku, jalur ini sangat tidak disarankan. Hanya ada sedikit pendaki yang kami temui selama perjalanan.



Sepanjang perjalanan, kami tidak menemukan adanya sumber air. Atau, bisa jadi ada, tapi kami melewatinya. Sebab, kami baru menemukannya setelah melakukan 14 jam perjalanan. Itu pun, untuk mendapatkannya, kami harus turun melewati bebatuan yang licin. Apalagi, itu malam hari!

Salah satu yang kusenangi ketika naik gunung adalah 'nilai kebersamaan' yang jarang sekali bisa didapat di tempat lain. Ketika naik gunung, aku bisa lebih cepat mengenali karakter orang sekalipun baru kukenal.

Rombongan kami bertemu dengan rombongan lain yang berjumlah empat orang. Mereka kemudian memutuskan untuk bergabung bersama kami sepanjang perjalanan.

Setelah 16 jam perjalanan, atau sekitar pukul 3 pagi, akhirnya kami sampai di Savana Surya Kencana (biasa disebut Surken). Kami memutuskan untuk mendirikan tenda di sana. Surken merupakan tempat yang paling nyaman untuk mendirikan tenda selama melakukan pendakian ke Gunung Gede. Di Surken juga sangat ramai pendaki. Apalagi, Surken merupakan titik pertemuan jalur Cibodas, Putri, dan Selabintana.



Aku setenda dengan Adang dan Dahlan. Sedangkan yang lain mencari pasangan sendiri-sendiri.

Tidur di alam bebas tak seburuk apa yang ada di bayangan setiap orang. Justru ketika tidur di alam bebas, ada kenikmatan sendiri yang tak bisa didapatkan ketika tidur di kasur yang empuk.


Surken itu istimewa. Berbeda dengan savana yang pernah kutemui di gunung-gunung lainnya. Surken merupakan surga bagi bunga-bunga Edeilweiss. Sejauh mata memandang, bunga langka yang dilindungi ini tertanam dengan indah.

Jarak dari Surken ke puncak hanya satu jam. Mulai dari Surken menuju puncak, kita bisa menjumpai pendaki lain dengan jumlah yang sangat banyak. Ada ratusan pendaki yang mengunjungi Gunung Gede setiap harinya.


Puncak Gunung Gede cukup luas. Di dekat Gunung ini, tampak Gunung Pangrango berdiri dengan kokoh. Tak sedikit para pendaki Gunung Gede melanjutkan perjalanan ke Gunung Pangrango.

Salah satu yang mengecewakanku ketika mendaki Gunung Gede adalah jumlah orang yang sangat banyak. Jumlah pendaki selalu melebihi kuota. Karena bukan hanya tiket kereta dan nonton bola saja yang punya calo, tiket masuk pendakian juga ternyata punya. Karena terlalu banyak pendaki, waktu untuk menikmati keindahan puncak jadi terbatas. 

Bukan hal yang mengherankan jika jumlah pendaki Gunung Gede selalu melebihi kuota. Sebab Gunung Gede merupakan salah satu gunung yang paling dekat dengan daerah Jakarta.

Baiklah, itu saja sedikit pengalamanku ketika mendaki Gunung Gede. Saran saja buat kalian yang ingin berkunjung ke sana, jangan coba lewat jalur Selabintana jika merasa masih pemula seperti diriku.

15 comments:

  1. Seru ya! Seumur2 belum pernah mendaki gunung.

    ReplyDelete
  2. Seruuu kyaknyaa ya cak. Trus klo naik gunung kyk gtu, mandinya gmna?

    ReplyDelete
  3. Segede apa sih gunung gede? Gede banget ya?

    ReplyDelete
  4. Aku pernah mendaki gunung. Gunung Salak di Bogor juga. Hmm.. Menyenangkan, tapi aku sudah tidak diizinkan lagi sama ortu. Hahaa
    Nice experience, Cak!

    ReplyDelete
  5. Mantap surantap dari tampilan blognya, tulisannya, fotonya, dan orangnya wes 🙈😁👏

    ReplyDelete
  6. In syaa Allah besok mau ngajak ghaaziy naiiik gunuuung.. ubgaran dulu yang yg gak tinggi banget hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. ASYIIIK, Ungaran mah tinggi juga, Mbak :D

      Delete
  7. Seneng bangett baca ini, serunya berasa 😊 Gambarnya juga bagus

    ReplyDelete
  8. Kapan-kapan nanjak bareng kak. Belum pernah lewat jalur Selabintana😁

    ReplyDelete